30 Januari 2016

Pesawat N219 Siap Jalani Sertifikasi

30 Januari 2016

Pesawat N-219 (photo : Kompas)

TEMPO.CO, Bandung -  Kepala Divisi Rekayasa Manufaktur, Direktorat Produksi, PT Dirgantara Indonesia Mukhamad Robiawan mengatakan, pesawat N219 selepas diperkenalkan lewat roll-out langsung dipreteli untuk menjalani proses sertifikasi. “Jangan heran kalau lihat di hanggar, pesawatnya dibongkar ulang,” kata dia di Bandung, Jumat, 29 Januari 2016.

Robiawan mengatakan, setelah perkenalan ke publik secara resmi lewat roll-out, kini pesawat prototipe N219 memasuki tahap sertifikasi. Caranya dengan dipreteli lalu di susun ulang, sambil disaksikan oleh petugas yang melakukan proses sertifikasi. “Disassembly dulu, dilihat dalamnya sampai dia puas, baru di assembly ulang,” kata dia.

Menurut Robiawan, dengan cara itu petugas sertikasi bisa mengikuti semua tahapan pembuatan pesawat dari mulai bagian yang kecil hingga proses penggabungan komponennya menjadi wujudnya yang besar. “Itu dibongkar ulang sampai dinyatakan clear,” kata dia.

Seluruhnya lebih dari 300 artikel proses penyusunan pesawat yang diperiksa dalam proses sertifikasi itu. Saat ini baru 30 persennya yang sudah mendapat kata setuju. Proses sertifikasi itu juga termasuk pengujian terbang pesawat N219. “Lumayan lama, bisa sampai satu tahun,” kata Robiawan.

Robiawan mengatakan, saat ini seluruh instrumen yang akan di pasang di pesawat juga tengah diuji di laboratorium. Setelah semua dinyatakan berfungsi, baru digabungkan dengan bagian fisik pesawat. “Sekarang dalam proses tes,” kata dia.

Menurut Robiawan, seluruhnya ada 4 unit pesawat N219 yang dibuat setahun ini. Dua prototipe yang disiapkan untuk terbang, dan dua lagi untuk menjalani semua tes beban untuk menguji kekuatan struktur pesawat.

Jadwal flight-test hingga saat ini belum bergeser, masih dijadwalkan di bulan Juli ini. “Belum ada notifikasi bakal bergeser, berarti masih Juli,” kata Robiawan.

Robiawan mengatakan, akhir tahun ini seluruh proses sertifikasi dijadwalkan tuntas sehingga pesawat N219 bisa langsung memasuki proses produksi masal. Seluruh alat bantu perakitan untuk memproduksi masal pesawat itu dijadwalkan sudah tuntas Maret ini.

PT Dirgantara menargetkan produksi masal N219 bisa dimulai tahun 2017, dengan kapasitas perdana 3 pesawat setahun. “Semua yang kita buat ini sudah dirancang untuk mass-production N219. Maksimumnya 24 set (pesawat) per tahun, dalam sebulan 2 pesawat,” kata Robiawan.

Sebelumnya, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia Andi Alisjahbana mengatakan, dari seluruh Letter Of Intent atau dokumen pemesanan pesawat itu berasal dari maspakai serta pemerintah daerah. “Maskapai ada lima, kalau Pemerintah Daerah ada tiga,” kata dia di Bandung, Kamis, 10 Desember 2015. Diantaranya berasal dari Aceh dan Papua yang masing-masing memesan lebih dari sepuluh pesawat N219.

PT Dirgantara yang mendapat tugas memproduksi pesawat itu sudah menyiapkan rencana penambahan kapasitas produksinya. “Target tahun pertama bisa 12 unit pertahun, tapi kita bertahap akan naik dari 18 unit sampai 24 unit pertahun karena yang interest banyak,” kata dia di Bandung, Kamis, 10 Desember 2015.

Andi mengatakan, PT Dirgantara bersama Lapan akan mengandeng industri dalam negeri untuk mendongkrak kandungan lokal pesawta itu. Dia mengklaim, saat ini kandungan lokal N219 sudah menembus 40 persen, sementara targetannya 60 persennya kandungan lokal.

Kepala Program N219 PT Dirgantara Indonesia Budi Sampurno mengatakan, selepas perkenalan resminya hari ini, semua sistem dalam prototipe pesawat N219 akan dipasang, sekaligus memulai tes struktur pesawat itu. Dijadwalkan semuanya selesai pada Mei 2016. “Setelah itu ‘first flight test sertification’ dimulai,” kata dia di Bandung, Kamis, 10 Desember 2015.

Budi mengatakan, pesawat itu membutuhkan 660 jam terbang untuk mendapatkan sertifikasi layak terbang Indonesia. “Kalau 2016 sudah mendapat persyaratan laik terbang, maka 2017 bisa di deliver ke customer. Dan tahun 2017 jgua kita akan aplikasi untuk ‘international sertification’,” kata dia.

Pesawat N219 dirancang dapat mengantkut 19 penumpang dalam dua baris. Bagian kanan 14 tempat duduk (2x7) dan bagian kiri 5 tempat duduk (1x5). Tinggi kabin 1,7 meter, lebih lega dibanding Twin Otter yang tinggi kabin dalamnya hanay 1,5 meter. Pesawat itu juga dirancang dengan mampu terbang di landasan pendek atau Short Take-Off Landing (Stol) di landasan 500 meter.

(Tempo)

3 komentar:

  1. Pt DI mulai unjuk ke mampuan dirgantara plus kalau bisa bikin dron uav se class iran bisa terbang di atas kapal induk us navy tampa terdeteksi radar . Dunia pun di bikin tercegang oleh ke mampuan iran bikin pasawat tampa awak uav bersaing iesrail dan us .

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Rekan2 semua mau tanya, seandainya, pesawat ini dikonversi jadi pesawat militer. Buat MPA atau sekedar angkut ringan (seperti NC212).

    Kira2 pemasok mesin/avionik/parts lain, keberatan gak ya??

    BalasHapus